Rabu, 03 Februari 2010

Gangguan Pertumbuhan pada Anak


Gangguan Pertumbuhan pada Anak


Eddy Fadlyana, dr., SpAK., M Kes



Pendahuluan
“Dok, anak saya lelaki 2,5 tahun, tingginya hanya 85 cm, apakah itu termasuk pendek? Anak saya juga susah makan, tapi saya tidak mampu membeli susu yang mahal, kalau bisa saya minta resep obat untuk meningkatkan nafsu makan anak saya dan supaya anak saya tidak pendek.”
Orang tua selalu merasa khawatir mengenai pertumbuhan anaknya. Misalnya, mereka sering bertanya mengenai tinggi anaknya kelak ketika ia dewasa. Kekhawatiran ini semakin bertambah, jika ternyata anaknya tidak setinggi teman sebayanya, walaupun tinggi mereka masih dalam kisaran normal dalam poensi genetiknya.
Seperti kia ketahui bahwa anak memiliki suatu ciri yang khas, yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak saat konsepsi sampai berakhinya masa remaja. Pertumbuhan ialah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta dan jaringan interseluler yang berati bertambahnya ukuran fisik dan stuktur tubuh dalam arti sebagian atau keseluruhan. Jadi, bersifat kuantitas sehingga dengan demikian dapat kita ukur dengan mempergunakan satuan panjang dan satuan berat.
Data survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT 2001) menunjukan bahwa pravalensi perawakan pendek 34,3% pada balita dan 36% pada anak usia sekolah 5-9 tahun. Sedangkan, gizi kurang atau gizi buruk masih terdapat pada 31% balita. Oleh karena itu, kegiatan deteksi pertumbuhan masih perlu terus ditingkatkan.
Deteksi pertumbuhan merupakan kegiatan rutin pelayanan kesehatan, baik ditingkat pelayanan kesehatan dasar atau Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) maupun di tempat rujukan atau Rumah Sakit, yang dilakukan untuk memantau dan menentukan apakah pertumbuhan seorang anak berjalan normal atau tidak, baik dilihat dari segi medis maupun statistik. Anak yang sehat akan menunjukan pertumbuhan yang optimal, apabila diberikan lingkungan bio-fisiko-psikosal yang adekuat. Deteksi pertumbuhan dimulai dengan cara pengukuran dan penggunaan kurva pertumbuhan yang baku (standar). Pada umumya, dokter mulai memikirkan seorang anak mengalami perawakan pendek bila tinggi badan terhadap umur kurang dari persentil ke-5 pada kurva baku, apalagi bila sudah dibawah persentil ke-3 maka upaya mencari penyebab harus segara dilakukan.

Penyebab
Evaluasi perawakan pendek ini sangat dibutuhkan untuk menilai proses pertumbuhan yang terganggu. Diharapkan, dengan menilai pola pertumbuhan serta melakukan bebarapa analisis dan pemeriksaan tertentu, kita dapat membedakan apakah gangguan pertumbuhan tersebut patologis atau bukan sehingga jika diperlukan terapi, dapat diberikan lebih awal dengan harapan hasil yang lebih optimal.
Ada beberapa faktor yang dapt menjadi penyebab seseorang dengan perawakan pendek, yaitu keturunan (familial), sindrom genetik (kelainan genetik, kelainan tulang), pertumbuhan intra uterine (dalam kandungan) pertumbuhan yang terhambat, gizi kurang, kelainan endoktrin, penyakit kronik berat, sindrom deprivasi emosional.
Penanggulangan
Berbagai keadaan medis dapat mengganggu pertumbuhan dan megakibatkan perawakan pendek yang patologis, seperti penyakit kronis pada anak, khususnya yang mengenai paru, jantung, pencernaan, dan ginjal. Penyakit-penyakit ini dapat memperlambat pertumbuhan.
Pada awal perwakan pendek akibat kekurangan hormon pertumbuhan, akhir-akhir ini sudah banyak dilakukan pengobatan pemberian hormon pertumbuhan dengan cara disuntikan. Dari berbagai penelitian mutakhir, telah dapat dilihat bahwa hasil tinggi akhir anak yang mendapat hormon pertumbuhan jauh lebih baik dibandingan prediksi tinggi badan pada awal pengobatan.
Diagnosis dan pengobatan penyakit tersebut, dapat mengembalikan proses pertumbuhan. Selain penyakit kronis, perawakan pendek juga dapat disebabkan oleh nutrisi yang tidak adekuat, terutama jika terjadi pada masa bayi dan puberitas.
Berbagai upaya dilakukan untuk memperbaiki perawakan menuju distribusi normal sesuai dengan penyebabnya. Pengobatan anak dengan perawakan pendek harus sesuai dengan dasar penyebabnya. Anak dengan variasi normal perawakan pendek biasanya tidak memerlukan pengobatan sedangkan anak dengan kelainan katologis yang mendasarinya memerlukan pengobatan sesuai dengan penyebabnya.

Pencegahan
Faktor genetik merupakan modal dasar untuk pertumbuhan. Jadi, kedua orang tua yang memiliki postur tinggi, lebih memungkinkan memiliki anak dengan postur tubuh yang sama atau bahkan lebih tinggi ketika dewasa jika anak mendapat lingkungan yang baik, yang mengakomodir kebutuhan dasarnya.
Memantau pertumbuhan secara berkala merupakan tindakan yang paling mudah untuk mengetahui tinggi seorang anak dalam batas normal atau terjadi kelainan. Belajar dari kemajuan Negara-negara tetangga, ternyata nutrisi yang baik secara faktor stimulasi atau latihan merupakan kata kunci untuk meningkatkan tinggi badan suatu generasi, semoga hal ini dapat juga terjadi di Negara yang kita cintai ini, tentunya orang tua menjadi pihak yang paling bertanggung jawab terhadap kemajuan Negara di kemudian hari.

Sumber : (majalah Percikan Iman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar